Asas thariqah
Setiap thariqah pasti mempunyai asas. Bagi siapa saja yang hendak masuk suatu jama’ah thariqah maka ada beberapa hal yang harus diketahui dahulu sebelum membulatkan hati untuk mengikuti jama’ah tersebut. Jangan sampai hanya karena iming – iming “sorga” kemudian terlena masuk dalam taklid buta. Diantara hal – hal yang perlu diketahui ialah asas dari thariqah tersebut. Berikut ini adalah asas thariqah As-Syadziliyyah yang penulis ketahui.
1. Al-Qur’an & Al-Hadits
Bagi jama’ah thariqah As-Syadziliyah seluruh ibadah yang dijalani harus dikembalikan kedalam koridor Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika menemukan pertentangan dengan nash qath’i keduanya maka jama’ah thariqah As-Syadziliyah wajib kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits dan meninggalkan hal – hal yang bertentangan dengan keduanya. Diambil contoh sederhana hal yang mungkin dapat terjadi pada diri seorang salik yang kuat dalam berdzikir kemudian dirinya sampai berhasil mencapai maratib (tataran) ru’yatus shadiqah. Ketika si dzakir ini prihatin melihat ada seorang ikhwan yang sakit, kemudian ia memperoleh ru’yah bahwa sakit ikhwannya itu dapat disembuhkan apabila si ikhwan berwudhu dengan air comberan, maka hal tersebut wajib untuk ditinggalkan. Karena apabila hal tersebut dilaksanakan sekalipun mungkin benar dapat tercapai kesembuhan namun perbuatan berwudhu dengan air najis (air comberan) itu adalah hal yang terlarang menurut Al-Qur’an atau Al-Hadits.
2. Tarkul Ma’ashi (Meninggalkan Maksiat)
Dalam kesehariannya, jama’ah As_Syadziliyyah harus meninggalkan perbuatan – perbuatan maksiat. Karena perbuatan maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh syar’i.
3. Fi’lul Wajibat (Mengerjakan kewajiban – kewajiban syari’at)
Menurut thariqah As_Syadziliyyah, jama’ah wajib mengerjakan kewajiban – kewajiban syari’at. Untuk persoalan tehnis fiqh, Syadziliyah tidak mengharuskan bermadzhab pada satu madzhab fiqh tertentu. Namun yang terbaik bagi para murid yang awam sebaiknya mengikuti madzhab fiqh dari guru mursyidnya waktu itu. Dan bagi As-Syadziliyyah tidak menutup kemungkinan dalam setiap generasi madzhab fiqh dari guru mursyidnya akan dapat berbeda dari guru mursyid yang sebelumnya. Hal ini karena As-Syadziliyyah memandang madzhab fiqh itu adalah tehnis ‘ubudiyah bukan ushul ‘ubudiyah. Contoh kecil, jama’ah As-Syadziliyah wajib mengerjakan shalat wajib 5 waktu. Dalam hal ini As-Syadziliyah tidak mempersoalkan apakah jama’ahnya mengikuti madzhab fiqh yang memakai qunut diwaktu shalat subuh atau tidak memakai qunut. Yang penting adalah melaksanakan shalat-nya bukan qunut atau tidaknya.
4. Itaba’us Sunanil Ma’tsurah (Mengikuti Sunnah – sunnah yang ma’tsur)
Sunnah – sunnah Rasulullah Saw itu sangat banyak. Yang meriwayatkan juga banyak. Jama’ah As-Syadziliyah diminta untuk mengutamakan mengikuti sunnah – sunnah Rasulullah Saw yang jelas ada nash haditsnya agar supaya tidak terpeleset dari rel syari’at.
5. Al Jam’u ma’allah Wa ‘adamit Tafarruqah (Senantiasa merasa bersama Allah dan tidak pernah terpisah dari-Nya)
Aplikasi dari asas yang ke-5 ini dalam thariqah As-Syadziliyyah dinamakan istihdhar, yaitu membiasakan dzikir dan fikir dalam setiap keadaan dan situasi apapun. Syadziliyyin juga harus meyakini bahwa Allah-lah yang menciptakan gerak dan diamnya, ucapan serta keinginannya. Dan apapun yang menimpa pada Syadziliyyin baik berupa kebaikan atau kejelekan, manfaat atau madharat, semuanya adalah ciptaan dan takdir Allah Swt.
Oleh karenanya dalam tulisan terdahulu telah kita singgung bahwa wirdul ‘am yang diarahkan ‘adad-nya oleh seorang mursyid As-Syadziliyah pada permulaan murid masuk kedalam jama’ah sifatnya adalah untuk melatih murid agar dapat terbiasa dulu dengan dzikir sehingga murid dapat mencapai tujuan takhalli, tahalli dan tajalli secara steb by step. Adapun porsinya dalam As-Syadziliyah biasanya masing – masing mursyid memberikan petunjuknya secara berbeda – beda. Karena hal ini amat terkait dengan pandangan mursyid terhadap muridnya dan keadaan murid itu sendiri.
Bersambung ke Bag IV (selesai)
No comments:
Post a Comment